Powered By Blogger

Minggu, 27 Juli 2014

Menurut Gue Tentang Sang Insinyur Yang Maha OK

Berawal dari sebuah pemahaman kuno yang diyakini benar dan kekal adanya, yang samapai saat ini terus diwariskan kepada generasi manusia termasuk kita sendiri. Hal ini lah yang membentuk pola,kerangka dan struktur  berpikir kita dalam menjalani kehidupan. Ini bagaikan Operating System yang sudah diproteksi oleh program anti virus, walau tidak semua file crack dan keygen itu merusak system, tetapi aplikasi anti virus menganggapnya berbahaya.
pasti bingung,, lebih bingung lagi ketika kita dihadapkan pada sebuah pertanyaan “mengapa kamu menganut agama yang kamu anut?”. Pertanyaan yang dapat disimpulkan kenapa kamu mengapa kita menganut agama.
Ada beberapa alasan yang akan dijawab oleh kebanyakan orang, salah satunya “karena saya lahir dari keluarga Beragama A atau beragama B” maka dari itu takdir membawa kita menjadi penganut kepercayaan yang abstrak ini. Tidak sedikit diantaranya akan berpikir kritis bagaikan filsuf terkenal Socrates yang membawa banyak diantara kita menjadi seorang rasionalis, agnostic, ataupun fanatic religion itu sendiri.

Usaha yang luar biasa untuk mencari pemahaman sejati tentang kehidupan kita. Kenapa kita lahir?, untuk apa kita hidup?, menjadi rumusan masalah utama untuk sebagian kecil orang yang haus akan misteri saat kita bernafas di bawah atmosfer bumi. Lalu apa hasilnya..? variasi..! sebagian akan berkata A itu benar, B itu benar, C lebih benar. Sepertinya kekritisan kita dalam berpikir tidak membawa kita mendapatkan pemahaman sejati tetntang DIA. Ini berbeda dengan rumus standar deviasi, Probabilitas ataupun persamaan Masa dan energy Einstein dimana rumusan tersebut akan memberikan hasil yang sama siapapun yang menghitungnya.

Hal ini tidak berlaku untuk hal ini, tidakkah kita menyadari bahawa selera kita turut menjadi faktor dalam memahami berbagai jenis fakta dan informasi yang membuat persepsi semu dipikiran kita. Mengapa tidak kita hancurkan struktur kerangka berpikir kita untuk kembali membangun struktur yang memilki dasar untuk setiap dimensinya, mengkesampingkan faktor selera, emosional dan ketidaksabaran dalam berpikir.

Ingat hal ini hanya dilakukan oleh sebagaian kecil dari kita sedangkan yang lainnya entah mengapa mengangap jejaring social, populeritas, asmara, dan senda gurau jauh lebih penting dari pada gelapnya ruang yang kita tempati sekarang. Atau bebrapa seperti kepongpong yang menutup diri didalam zona nyamannya dan memngangap hal itu adalah sesuatu yang sudah demikian adanya. Sebaiknya kita mengakui kalau tertawa sama teman itu lebih menyenangkan dari pada baca buku filsafat. Ini yang disebut zona nyaman kita, maukah kita beranjak dari tempat tidur kita yang nyaman dan masuk kedalam sepiteng yang bau hanya untuk mencari tau apakah didalam sana ada laba-laba. Beneran gak sih kalau yang monoton itu bangun pagi, sarapan, kulia atau kerja, nongkrong, ngegosip, pacaran trus mandi, tidur dan besok begitu lagi?
Jadi sekarang ada tiga rumusan maslaah, pertama Mengapa ada variasi pemahaman dari cara berpikir yang kritis?, Kedua mengapa sebagian besar dari kita enggan keluar dari zona nyaman kita? Ketiga apakah rekonstruksi ulang kerangka berpikir kita dapat memberikan pemahaman yang pasti?.


Rumusan maslaah pertama dan kedua sepertinya sudah kita pahami alasanya, dan sekarang bagaimana dengan rumusan masalah ketiga..? Masih gagal. Kenapa..? Logika dapat direkonstruksi, tapi hati, perasaan dan emosi sulit untuk dirubah, mungkin inilah hukum alam atau mungkin dimasa yang akan datang akan ada penjelasan yang lebih masuk akal untuk hal ini.

Seperti halnya pendekatan sains yang kita gunakan untuk memahami sebab akibat dari fenomena alam semesta, membawa kita kepada contoh pertanyaan besar mungkinnkah struktur atom air H2O yang memiliki system milyaran kali lebih rumit daripada 5 juta transistor nano yang terdapat didalam inti prosesor computer dapat tercipta secara probabilistic dalam tingkat kemungkinan 0,0^1juta %. Berapa besar kemungkinannya muncul angka 1 pada masing-masing dadu jika kita melemparkan 10.000 dadu pada lemparan pertama? Sungguh Tata Surya kita triliunan kali lebih dari sekedar dadu tersebut sehingga menciptakan holosentris yang dianggap omong kosong oleh para petinggi gerja dimasa kejayaan katolik roma.

Kesimpulannya, siapa insinyur dibalik semua kerumitan system yang kita jalani secara alamiah. Pertanyaan “siapa” dapat kita temukan dengan mudah diberbagai belahan dunia ini, tapi apakah kita sungguh memahami sang Insinyur tersebut..? tidakkah kita sekarang sedang membohongi diri sendiri dengan pengetahuan sang insinyur tanpa pemahaman bijaksana yang kita sombongkan..? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar