Apa itu kaum intelektual?
Sepuluh tahun yang lalu, atau bahkan enam atau tujuh tahun yang lalu,
para pembela pemikiran sosiologi Rusia yang subjektif (yakni kaum
“Sosialis Revolusioner) mungkin telah berhasil menggunakan brosur terbaru dari ahli filosofi dari Austria, Max Adler,
untuk kepentingan mereka. Akan tetapi, selama lima atau enam tahun
terakhir, kita telah melalui “pemikiran sosiologi” yang cermat dan
objektif, dan pelajaran-pelajarannya tertulis pada tubuh kita di
bekas-bekas luka yang sangatlah ekspresif, dimana contoh yang paling
baik dari kaum intelektual, bahkan yang datang dari pena “Marxis” Max
Adler, tidak akan bisa membantu subjektivisme Rusia. Sebaliknya, nasib
dari kaum subjektivis Rusia adalah sebuah argumen yang paling serius
terhadap gagasan-gagasan dan kesimpulan-kesimpulan Max Adler.
Kaum intelektual adalah sebuah kelas tersendiri – Adler menyebut mereka
sebuah kelompok inter-kelas [yang dimaksud disini adalah sebuah kelompok
yang tidak terikat pada satu kelas saja – Ed.], tetapi pada esensinya
tidak ada perbedaan – yang eksis di dalam kerangka masyarakat borjuasi.
Dan bagi Adler pertanyaannya adalah: siapa yang memiliki hak untuk
memiliki jiwa dari kelas ini? Apa ideologi yang menjadi dasarnya,
sebagai hasil dari fungsi sosialnya? Adler menjawab: ideologi
kolektivisme.
Adler secara pasti menentang kaum Marxis yang menyangkal keberadaan
kondisi-kondisi umum yang dapat menyebabkan sebuah gerakan massa kaum
intelektual menuju sosialisme. Adler mengatakan, “Karena kesakralan, dan terutama, peluang untuk
perkembangan kepentingan spiritual yang bebas adalah kondisi kehidupan
kaum intelektual yang utama, oleh karena itu kepentingan intelektual
adalah sama dengan kepentingan ekonomi. Maka, bila basis bagi kaum
intelektual untuk bergabung dengan gerakan sosialis harus dicari di luar
lingkupan ekonomi, ini adalah karena persyaratan eksistensi ideologi
tertentu untuk kerja mental daripada isi kebudayaan sosialisme”
Terlepas dari karakter kelas seluruh gerakan (toh, gerakan hanyalah
sebuah jalan!), terlepas dari gambaran partai-politik sehari-hari (toh,
partai politik hanyalah sebuah alat!), sosialisme pada dasarnya, sebagai
sebuah ide sosial yang universal, berarti pembebasan semua bentuk kerja
otak dari segala macam belenggu dan batasan sejarah. Premis ini, visi
ini, menyediakan jembatan ideologi dimana kaum intelektual Eropa dapat
dan harus lewati untuk menuju ke kamp Sosial Demokrasi. Kekeliruan utamanya, yang segera mencuat ke mata kita, adalah karakternya yang non-historis.
Dasar sosial bagi kaum intelektual untuk memasuki kamp kolektivisme
yang digunakan oleh Adler sudah ada sejak dulu; akan tetapi tidak ada
sama sekali gerakan massa intelektual menuju Sosial Demokrasi di negara
Eropa manapun.
Tetapi dia cenderung melihat terasingnya kaum intelektual dari gerakan kelas pekerja adalah karena kaum intelektual tidak memahami
sosialisme. Pada satu pihak ini benar. Tetapi bila begitu apa
penjelasan untuk ketidakpahaman ini, yang eksis bersama-sama dengan
pemahaman mereka akan hal-hal yang lebih kompleks? Jelas, ini bukan
karena kelemahan logika ideologis mereka, tetapi karena kekuatan
elemen-elemen irasional di dalam psikologi kelas mereka. Tetapi dia berpikir, dia berharap, dia yakin – dan disini sang teoritis
menjadi pengkhotbah – bahwa Sosial Demokrasi Eropa akan bisa
menghancurkan elemen-elemen irasional di dalam mentalitas pekerja-otak
bila saja Sosial Demokrasi merekonstrusi logika hubungannya dengan
mereka
Kaum intelektual tidak memahami sosialisme karena sosialisme dari
hari-ke-hari tampak bagi mereka ada dalam bentuk rutinnya sebagai sebuah
partai politik, seperti yang lainya. Tetapi bila kaum intelektual bisa
ditunjukkan wajah sosialisme yang sesungguhnya, sebagai sebuah gerakan
kebudayaan sedunia, mereka pasti akan bisa melihat harapan dan aspirasi
mereka yang terbaik. Begitulah pikir Adler.
Satu-satunya cara untuk menarik kaum intelektual ke sosialisme, menurut
Adler, adalah dengan mengedepankan tujuan akhir dari gerakan sosialis,
di dalam keseluruhannya. Tetapi tentu saja Adler tahu bahwa tujuan akhir
ini menjadi semakin jelas dan menjadi semakin lengkap seiring dengan
progres konsentrasi industri, proletarianisasi strata menengah dan
intensifikasi antagonisme kelas. Terpisah dari kehendak para pemimpin
politik dan perbedaan-perbedaan dalam taktik nasional, di Jerman “tujuan
akhir” ini berdiri dengan jauh lebih jelas dan lebih segera
dibandingkan di Austria dan Itali.
Tetapi proses sosial yang sama ini,
yakni intensifikasi pertentangan antara buruh dan kapital, mencegah kaum
intelektual dari menyeberang ke partai buruh. Jembatan antara
kelas-kelas runtuh, dan untuk menyeberang, seseorang harus melompati
sebuah jurang yang semakin dalam seiring dengan berlalunya waktu. Oleh
karena ini, pararel dengan kondisi-kondisi yang secara objektif membuat
lebih mudah kaum intelektual untuk memahami secara teori esensi dari
kolektivisme, halangan-halangan sosial tumbuh semakin besar yang
mencegah kaum intelektual untuk bergabung dengan pasukan sosialis.
Bergabung dengan gerakan sosialis di negara maju manapun, dimana
kehidupan sosial eksis, bukanlah sebuah tindakan spekulatif, tetapi
sebuah tindakan politik, dan disini kondisi sosial menang melawan logika
teori. Dan akhirnya ini berarti bahwa sekarang lebih sulit untuk
memenangkan kaum intelektual dibandingkan kemarin, dan akan lebih sulit
esok hari dibandingkan sekarang.
Sumber: The Intelligentsia and Socialism. Leon Trotsky Internet Archive
Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar